TUGAS PEMIMPIN ADALAH MEMBUAT RAKYATNYA BANGUN PAGI BAHAGIA

Dok. Lensa Teater
"Tugas pemimpin adalah membuat rakyatnya bangun pagi bahagia!" Sebuah pekik pernyataan dan peringatan yang keluar dari seorang Bas, rakyat biasa saja. Bas bersama dua orang sahabatnya memang masih terlalu muda ketika ontran-ontran bergemuruh menuntut Suharto untuk lengser. Tapi peristiwa dan suasana saat itu tak bisa begitu saja lindap dari ingatan mereka.

Pernyataan di atas adalah petikan dialog tokoh Bas dalam pertunjukan teater berjudul "Energi Bangun Pagi Bahagia" karya Andy Sri Wahyudi yang rabu malam lalu (12/10/2016) dipentaskan di Laboratorium Drama Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Pertunjukan sederhana itu, begitu Andy menyebutnya, berlangsung dalam rangkaian peluncuran buku kumpulan puisinya yang punya judul sama, "Energi Bangun Pagi Bahagia". Andy mempunyai kebiasaan melakukan pentas dalam peluncuran buku puisinya. Kali ini Andy berkeliling kurang lebih 15 kota di Jawa, Bali dan Lombok. Malang menjadi kota ke-8 yang ia singgahi dan pentas malam itu menjadi pentas ke-9 yang ia lakukan.

Sejak sore hari ketika mengikuti diskusi peluncuran buku puisinya, sangat terasa kejenakaan seorang Andy. Baik dalam karya maupun pribadinya. Tiliklah penggalan berikut,

/Hari ini aku akan membelikanmu sepaket cat air. Agar kamu bisa melukis keberanian dan nafas panjang untuk dirimu//

/Aku bukan warna-warni. Aku hanya setangkai pagi yang jernih untukmu//

/Di sana ada langit bergambar rumah kecil di atas bukit dan kita akan menjadi harapan berwarna hijau daun//

Dalam ketiga penggalan puisi tersebut, yang juga menjadi prolog dalam pertunjukannya, terasa kesan kejenakaan yang muncul. Selain pemilihan diksi dan imaji yang dekat dengan kejenakaan dunia anak-anak, nada, ekspersi dan gerak yang keluar dari diri Andy ketika membaca puisi dan memerankan karakter tokoh dalam pertunjukannya sangat menegaskan kejenakaan itu.

Buku kumpulan puisi tersebut merekam pengalaman-pengalaman Andy yang masih masa remaja ketika suasana tahun 1997 terasa pengap hingga tahun awal 2000-an. Ketika itu, bahkan hingga sekarang, Andy banyak menghabiskan waktu dalam lingkungan jalanan. Bersama teman-temannya ia cangkruk dan belajar satu sama lain dari interaksi mereka di jalanan. Mengalami, meski tak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi pada, peristiwa bersejarah tahun 98 dengan segala hiruk-pikuk suananyanya menjadi bahan yang diolah kemudian disajikan Andy dalam buku puisi maupun pentasnya kali ini.

Bahkan Andi membuka pentasnya malam itu dengan nyerempet P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang melegenda. Bicara tentang tokoh-tokoh idola, seperti kebanyakan anak-anak masa itu, mereka mengidolakan para pahlawan; Sukarno, Tan Malaka, Cut Nyak Dien, Malahayati dst.

Kebiasaan anak-anak masa itu selalu diajari menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah dalam tiap penataran P4. Maka bernyanyi adalah salah satu cara untuk mengusir kesuntukan dan pertikaian-pertikaian kecil khas anak-anak.

Semakin jauh dan makin dewasa obrolan yang terjadi makin nyerempet bahkan mengkritik, menghujat dan menuding ketidakadilan. Praktik-praktik ketidakadilan dalam birokrasi, ketimpangan sosial, kesenjangan ekonomi diulas dan disikapi secara tegas dengan kesadaran diri sebagai rakyat biasa. Ulasan-ulasan itu memperkaya isi pertunjukan yang meski Andy menyebutnya sederhana, namun menjadi tak sesederhana penyebutan itu isinya.

Menariknya ketika dalam pertunjukan itu Andy bicara dengan kritis mengenai idealisme, perjuangan, aksi dan persoalan revolusioner lain namun ia tak kehilangan kejenakaannya. Justru dalam tiap poin-poin penting dalam pertunjukan itu selalu dimuluskan dengan kejenakaan.

Kejenakaan yang lahir dari ketulusan rasa kemanusiaan, kehidupan bersama, kepahitan dan kebahagiaan-kebahagian kecil yang disarikan dari interaksi kehidupan jalanan. Kejenakaan yang muncul, lahir sebagai cermin ketulusan, kejujuran manusia dalam menyikapi hidup.

"... mereka paham benar sebagai rakyat biasa. Bahwa hidup ini dipenuhi ketidaksengajaan dan selalu bersiap untuk kehilangan. Maka mereka membangun dunia kecilnya. Mereka mendidik diri sendiri untuk bangun pagi bahagia dengan segala cinta dan cita-cita: menjadi warga negara yang greget dan berdaya juang." Tulis Andy dalam pengantar pertunjukannya.

Kesadaran itulah yang menjadi pernyataan dan tawaran dari Andy. Bahwa kita adalah rakyat biasa saja. Dan dengan begitu, usai segala kemelut dan carut marut tanrung kepentingan elit, rakyat biasa tetap rakyat biasa yang esok hari harus bangun lagi dan menghadapi kehidupan lagi.

Maka "Energi Bangun Pagi Bahagia" adalah tawaran untuk kembali pada diri sendiri. Ketika dipekikkan tuntutan bahwa tugas pemimpin adalah membuat rakyatnya bangun pagi bahagia, Andy mengingatkan dengan pernyataan bahwa tiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, mata, hidung, mulut, telinga dsb. Adalah rakyat yang dipimpin.

Maka, tugas tiap manusia adalah membuat dirinya bangun pagi bahagia dengan cinta dan cita-cita!

You Might Also Like

0 komentar