Membaca



Saya ingin membaca. Keinginan itu bergejolak beberapa hari sebelum saya mengikuti Rihlah MATAN selama tiga hari kemarin lusa, Karangmangu, Sarang; Leteh, Rembang; Kaliwungu, Kendal; Buaran, Pekalongan Selatan. Sudah empat hari berlalu dan sekarang saya di Brangkal, Mojokerto, tapi keinginan itu belum juga terobati.

Entahlah. Saya rasa benar-benar ingin menyuntuki sebuah bacaan. Sebelum berangkat Rihlah, saya coba membaca buku "Sekilas Nahdlatut Tujar", tapi haus itu tidak juga reda. Bahkan sebaliknya, ia makin meraja. Di rumah Kota Lama, sebuah buku juga mangkrak, belum selesai saya baca. Untuk yang terakhir ini saya tidak ingin tergesa melahapnya. Saya ingin menikmatinya kalimat-demi kalimat. Buku itu sempat membuat saya tersedu pada subuh dini hari ketika menikmatinya.

Semoga ini bukan tipuan hasrat semata. Semoga bisa memunggah resah yang sedikit menggelora. Saya jadi teringat pesan Mas yang aduhai benar orangnya. Suatu ketika dalam obrolan yang tenang, ia mewejang, "Hati-hati mengikuti kata hati. Seringkali seseorang terjebak. Seolah-olah ia mengikuti kata hati. Menunaikan kebenaran. Padahal ia hanya dihempas Nafsu Kebenaran. Belajarlah membedakan mana yang kata hati dan mana yang bukan. Belajarlah baik-baik membedakan Kebenaran dengan Nafsu Kebenaran. Memang tidak mudah. Tapi bukan berati tidak bisa. Semuanya harus dipelajari. Jangan sampai terjebak."

Semalam, sesampai di Mojokerto saya mencarinya. Di sebuah gedung sekolah di lantai dua kami berjumpa. Kami berpelukan. Semakin erat. Tidak ada kata yang bisa saya ucapkan. Sebelum melepas pelukan, ia bergumam lirih, "Sabar." Pelukannya makin erat. Sedetik kemudian ia lepaskan.

Semalaman kami bercengkerama bersama. Bertukar kabar tentang seorang guru kami yang tak cukup kami panggil guru. Tidak banyak percakapan. Satu dua kalimat meluncur. Kemudian sepi. Ramai warung, pelanggan dan lalu lalang jalanan tak mengusik kami.

Kami berpisah di ujung malam dan berjanji untuk bertemu keesokan harinya. Saya ingin menggendong buah hatinya yang lucu. Tapi sampai matahari tergelincir, satu pesan singkat darinya baru masuk. Kabar yang lagi-lagi membuat saya menelan ludah. Dua hari yang lalu adalah malam ke-30 hari ayahnya berpulang, dan sekarang, Neneknya juga berpulang. Kabar itu datang bersamaan dengan rencana kami untuk menghadiri pernikahan Kang Said, sahabat kami.

Semoga sampeyan dianugrahi kekuatan, Mas. Seperti malam itu, ketika kami melawat atas kepergian ayah sampeyan, justru kami yang sampeyan hibur. Semoga sahabat kita yang tengah bahagia dianugrahi kekuatan untuk membagi kebahagiannya pada siapa saja. Semoga kita dianugrahi kekuatan untuk selalu bertahan pada jalanNya.

Ah, Saya ingin kembali berjumpa dan memeluknya erat-erat.

Tlatah Majapait 31 Juli 2016

You Might Also Like

0 komentar