Sowan ke KH. Munsif Nahcrowi


Banyak waktu yang terlewat tanpa catatan. Banyak hari berganti tanpa catatan. Banyak peristiwa, pelajaran, yang luput dari catatan. hm..
Terakhir aku mengirim catatan tertanggal 21 desember, dan sekarang sudah 29 desember. Sekian waktu berlalu begitu saja.
Baiklah, malam ini aku coba untuk meringkasnya. Meringkas sekian peristiwa dan pelajaran yang mungkin masih tersisa dalam ingatanku.
Hari senin lalu, saat hari terakhir sekolah aswaja, aku mengirimkan catatan singkat. Usai mengirim catatan singkat itu aku shalat subuh. Tak lama berselang, pesan masuk dari gus sani yang mengabarkan bahwa beliau sudah berada di bungkuk. Kemudian beliau memintaku untuk mengajak sahabat-sahabat segera bergegas ke masjid at-thohiriyah. Di masjid itu sedianya kami sowan ke KH. Munsif Nachrowi, satu dari tiga belas pendiri PMII yang masih hidup. Beliau tinggal di singosari, tepatnya di bungkuk.
Dari beliau, sebelum membahas wejangan beliau, aku bisa mengambil pelajaran bahwa perjuangan memang tiada akhir. Bahkan dalam usia beliau yang sudah sepuh, jika tidak salah beliau seangkatan dengan KH. Tolhah Hasan, beliau masih menyempatkan diri untuk menerima tamu yang tidak lain adalah cicit-cicitnya di PMII, organisasi yang beliau deklarasikan.
Rentang usia yang terpaut begitu jauh tidak menjadikan beliau mengambil jarak untuk melangit di hadapan cicit-cicitnya. Bahkan dengan tulus, layaknya eyang sendiri, beliau tersenyum, bercerita dan memberi nasehat serta do'a dengan hangat.
Beliau juga berkisah tentang asal-usul kampung halaman beliau yang diberi nama Bungkuk. Nama bungkuk diambil dari sebutan penduduk sekitar yang kala itu masih memeluk agama hindu-budha yang diberikan kepada orang-orang islam yang belajar dan menunaikkan ibadah shalat. Dari gerakan shalat rukuk dan sujud yang membungkuk-bungkuk itulah, kemudian lahir sebutan daerah atau kampung bungkuk. Usai pertemuan itu, kami berfoto bersama di serambi masjid at-thohiriyah.
Kisah ini barangkali sudah tidak asing dalam pengetahuan sampeyan, sebab sampeyan telah lama tinggal di singosari. Rasanya sampeyan juga pasti lebih dulu dan lebih dalam mengerti kisah itu.
Ada banyak kisah yang beliau ceritakan, termasuk perjuangan ayah beliau, KH. Nachrowi, salah satu pendiri NU. Tapi karena keterbatasan ingatan dan kemalasan untuk segera membuat catatan, maka ingatanku yang pendek dan sepotong-sepotong hanya mampu untuk menuliskan catatan yang begitu singkat ini. Maaf bila catatan ini sama sekali tidak berarti dan bahkan hanya membuang waktu sampeyan untuk membacanya. Aku harap sampeyan mau memakluminya. Semoga kita bisa selalu berbagi kisah dan pelajaran.
Dalam catatan berikutnya aku akan coba menuiskan cerita perjalanan ke pasuruan yang aku lakukan usai sekolah aswaja.
Cemeng coffe, 29 Desember 2015
22:36 WIB

You Might Also Like

0 komentar