BBM Eceran



Akhir-akhir ini, dalam situasi pandemi yang tak menentu, saya lebih sering mengisi BBM di kios-kios kecil pinggir jalan yang menjajakan lapak BBM eceran. Biasanya toko-toko kelontong dan tambal ban juga menyediakannya.

Awalnya pilihan itu terjadi karena jarak tempat tinggal dan tempat kerja lumayan jauh dari stasiun pengisian BBM. Akhirnya mau tak mau ketika dalam perjalanan indikator BBM motor saya kelap-kelip saya cari kios terdekat untuk beli BBM.

Lama-lama karena kerap bertemu dan berinteraksi dengan penjual BBM eceran itu gambaran kehidupan mereka seperti lekat dalam benak saya. Orang-orang kecil yang terus berjuang dan bertahan semampu mereka.

Saya dan mungkin sebagian besar dari kawan-kawan saya adalah orang yang sama seperti mereka, orang kecil.

Melihat gurat perlawanan yang tegas dalam kerut-kerut muka mereka, gigih dalam bertahan menjalani hidup, menyadarkan saya bahwa orang-orang kecil seperti kami memang hampir tak pernah diperhitungkan kecuali dalam data-data statistik kependudukan yang memberikan batas jelas mana kaya dan mana miskin.

Atau dalam sidang-sidang dan diskusi-diskusi yang boleh dibilang jauh panggang daripada api. Diskusi yang mengolah dan mengoral cerita dan derita kemiskinan untuk diwujudkan dalam hitungan statistik dan nominal angka.

Setelah ketuk palu sidang, apa yang dilakukan dan apa yang diberikan tak jelas juntrungannya dan entah berapa banyak yang masuk ke kantong pribadi mereka.

Laporan-laporan statistik menurunnya tingkt kemiskinan yang mereka sajikan tak pernah kita periksa. Sudahkah kemiskinan itu menurun karena daya hidup dan harkat dan derajat yang meningkat atau justru sebaliknya, karena kawan dan saudara kita mati sekarat?

Saya teringat sajak Rendra yang mempertanyakan, "Maksud baik saudara untuk siapa?"

Apalagi dalam situasi pandemi seperti sekarang ini. Pandemi yang berdampak sangat luas. Tak terkecuali pada orang-orang kecil di negeri ini. Dari mulai lesunya perekonomian, phk, sampai fenomena maling yang sempat bikin resah. Bahkan perampokan uang negara yang difasilitasi undang-undang. Sungguh ini bencana yang mengerikan. Bencana ini seperti merong-rong kemanusiaan kita. Mempertanyakan lagi nurani kita. Pada saat yang sama bencana ini seperti menelanjangi kita, menunjukkan watak-watak buas yang selama ini kita tutup-tutupi dengan rapi.

Maka, bagi orang kecil seperti kita, bahu membahu dan saling menopang satu sama lain adalah pilihan yang bisa kita lakukan. Kalau bukan sesama orang kecil seperti kita yang saling peduli, siapa lagi yang akan peduli? Berharap pada mereka yang punya wewenang, meskipun sebenarnya dan seharusnya hanya menjadi wakil dari kita, rasanya seperti pungguk merindukan bulan.

Sesama orang kecil harus saling peduli dan menopang. Bergerak bersama-sama menghadapi kehidupan yang dirampok oleh mereka yang lupa diri.

Kesadaran kecil semacam itu pada akhirnya menguatkan pilihan saya untuk tetap membeli BBM eceran di kios-kios kecil pinggir jalan atau dari toko-toko kelontong dan tukang tambal ban.

You Might Also Like

0 komentar