Syahdan, dahulu kala datanglah seorang laki-laki dan perempuan yang
tak diketahui dari mana asalnya. Merekalah sepasang suami istri yang kaya.
Mereka datang ke sebuah daerah yang penuh dikelilingi oleh rawa-rawa lalu
mendirikan tempat tinggal dan ladang untuk bercocok tanam di sana. Tak
seorangpun yang tinggal di daerah itu kecuali mereka berdua.
Dikemudian hari, segerombolan Kampak yang bengis dan kejam datang
untuk merampas harta benda mereka. Tanpa bisa melawan, sepasang suami istri itu
membiarkan harta benda mereka dirampas. Mereka tidak segan-segan untuk
menghajar korbannya yang berani melawan, bahkan Kampak itu tak segan membunuh
korbannya.
Maka untuk menghindari kejahatan Kampak itu lagi, sepasang suami
istri itu berpindah menuju ke arah timur dari tempat mereka tinggal semula.
Sepasang suami istri itu kemudian mendirikan tempat tinggal mereka yang baru.
Di sana pun mereka hanya tinggal berdua. Tampaknya mereka belum dikaruniai
keturunan oleh Gusti Pangeran. Jika saja sepasang suami istri itu
berketurunan dan beranak pinak yang banyak, pastilah dikemudian hari ramailah
tempat yang mereka tinggali itu. Akan banyak rumah berdiri di sana sebagai
tempat tinggal yang nyaman. Anak-anak mereka lahir, tumbuh, dan beranak pinak,
maka jadilah sebuah kampung kecil yang ramai.
Akan tetapi, tak disangka tak dikira, belum berapa lama sepasang
suami-istri tinggal di tempat baru mereka, Kampak-kampak yang kejam itu
mengetahui keberadaan sepasang suami istri itu. Mereka datang kembali dengan
tawa yang memekakan telinga. Wajah mereka seram apalagi dengan senjata-senjata
mereka yang tajam dan telah banyak menumpahkan darah korban. Kampak-kampak yang
bengis itu merampas sisa harta benda yang dimiliki oleh sepasang suami istri
yang malang.
Sepasang suami istri itu tidak putus asa. Mereka terus mencoba
menghindari ulah Kampak-kampak yang kejam. Sepasang suami istri itu
meninggalkan tempat tinggal mereka yang baru saja mereka bangun. Setelah mereka
tinggalkan, tempat itu kemudian hanya menjadi Ratan Mati, jalan mati. Apa yang
tersisa dari tempat tinggal sepasang suami-istri itu adalah sebuah jalan yang
mungkin saja akan menjadi jalan sebuah kampung kecil yang nyaman kalau saja
Kampak-kampak itu tidak datang dan merampas harta benda milik sepasang suami
istri itu.
Sepasang suami-istri itu kemudian berpindah menuju ke arah barat
daya dari tempat mereka tinggal sebelumnya. Tempat baru yang di datangi oleh
suami-istri itu berlembah-lembah dan lebih rendah dari tempat tinggal mereka
sebelumnya. Di sana mereka bersembunyi untuk menghindari ulah Kampak-kampak
yang merampas harta benda mereka.
Setelah dua kali mereka berpindah-pindah tempat untuk menghindari
ulah Kampak yang bengis dan kejam, mereka ndelik, berembuyi, untuk menghindari kekejaman
Kampak yang telah dua kali merampas harta benda mereka. Karena itu daerah
itu disebut Ndelikguno, wong ndelik ono gunane. Karena tempat itu
menjadi tempat sepasang suami istri itu bersembunyi dari Kampak yang bengis dan
kejam.
Setelah beberapa saat lamanya mereka tinggal di daerah itu, mereka
tidak lagi di datangi dan dirampas harta benda mereka oleh kampak yang bengis
dan kejam. Tapi di tempat baru itu sepasang suami-istri merasa kesulitan untuk
mendapatkan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari.
Karena merasa telah aman dari Kampak-kampak yang bengis, sepasang
suami-istri itu memutuskan untuk kembali lagi ke daerah tempat mereka tinggal
semula yang dikelilingi oleh rawa-rawa. Di tempat yang penuh rawa itu mereka
membangun kembali tempat tinggal mereka.
Malam-malam, mereka memecah genteng menjadi kreweng kecil-kecil lalu
mereka masukkan ke dalam karung. Tiap malam mereka melakukanya hingga terkumpul
beberapa karung besar berisi kreweng. Karung itu untuk berjaga-jaga bila suatu
saat datang Kampak yang bengis dan kejam. Mereka pasti akan mengira
karung-karung itu berisi sisa harta milik tuan rumah, padahal karung-karung itu
berisi kereweng.
Suatu malam yang sepi, tiba-tiba Kampak yang bengis dan kejam itu
datang, mereka kemudian membawa beberapa karung yang ada di rumah sepasang
suami istri itu. Suami istri itu berharap saat Kampak-kampak itu membuka karung
itu mereka akan berpikir bahwa sepasang suami-istri itu tak lagi mempunyai
harta benda yang bisa mereka rampas. Dan sejak malam itu, tak pernah lagi
sepasang suami-istri itu didatangi oleh Kampak. Mereka kemudian tinggal dan
menetap di daerah tersebut.[]
Malang, 26 januari 2013
* Gusti Pangeran, ungkapan dalam bahasa daerah, berarti tuhan.
* Kampak adalah istilah untuk menyebut gerombolan perampok yang
bersenjatakan Kapak.
*Kreweng, pecahan kecil-kecil genteng yang terbuat dari tanah liat.
*Ndelikguno, nama suatu kampung di kecamatan Tikung kabupaten
Lamongan. Delik dalam bahasa daerah berarti bersembunyi, sedangkan guno dalam
bahasa daerah sama dengan guna atau manfaat dalam bahasa indonesia.
* Ratan, jalan.
* Wong ndelik ono gunane, ungkapan dalam bahasa daerah (jawa) yang
berarti orang bersembunyi ada guna atau manfaatnya.
0 komentar