The Warning University; Sebuah institusi belajar yang menyenangkan dan ramah lingkungan
- 00:56:00
- By hasan bendrat
- 2 Comments
WARNING adalah sebuah
akronim dari Warung Kuning. Letaknya di jalan Bendungan Sutami. Bersebelahan
dengan sebuahkos-kosan baruMushallah Miftahul Khoirot. Dari akronim WARNING
(Warung Kuning) itu, saya mendapat inspirasi saat menikmati secangkir kopi
hangat di suatu pagi beberapa tahun silam. Tepat ketika pertama kali saya
mendengar Slogan sebuah PTN di Malang :"The Learning
University".Karena saya lebih banyak menggunakan waktu, tenaga, pikiran
dan tentunya biaya sebaik-baiknya di Warning, spontan saja terbersit dalam
benak saya sebuah slogan"The Warning University"—maaf, ini bukan slogan tandingan.
Ya. Bagi saya, dan
mungkin beberapa karib yang lain, Warning telah menjadi sebuah komunitas,
sebuah lembaga atau institusi belajar yang menyenangkan dan ramah lingkungan.
Di Warning kita bisa
menemukan teman, tandem ngopi, mulai dari mahasiswa lintas jurusan sampai
lintas perguruan tinggi dan strata. Ada penjual nasi, pemilik usaha konveksi,
montir bengkel, pegawai pemkot, pemda, pengusaha, dosen, peneliti, dan aktivis—tampaknya ini yang paling banyak.
Bahkan dari ukhti sampai ustadzah juga ada—maaf, masih banyak profesi, karir, dan atau passion yang
belum tersebutkan.
Masing-masing punya latar
belakang yang berbeda. Tapi semuanya bisa bertemu bersama dengan ramah untuk
menikmati secangkir kopi dalam ruang sederhana yang penuh berkah, Warning!
Iya, apa lagi namanya
kalo bukan berkah, jika keingingan kita untuk menikmati secangkir kopi nyatanya
masih dikabulkan oleh-Nya?
Dalam
per-temu-singgung-an itu bergulir dialog-dialog yang mengalir antar penikmat
kopi. Mulai dari sapaan dan basa-basi ringan, sampai diskusi panel
gerojogan-keroyokan bersama. Mulai dari kabar teman, pekerjaan, anak dan istri—yang jombloo boleh diam atau langsung
minta saran—harga
cabai sampai cabe-cabean, atau isu-isu yang sedang berkembang.
Di Warning itulah,
terjadi pertemuan hingga gesekan banyak hal. Pemikiran, nilai, motif, dan
sekian banyak wacana keilmuan—sempat juga ini agak pelan-pelan saja bacanya : rapalan
mantra dan do'a.
Bergantung pada orang
yang ingin menikmatinya. Di sana, tinggal pesan secangkir kopi, pilih tandem
cangkruk, dan mulailah belajar sesuai minatpanjenengan.
Dan di Warning, yang
jelas belajar kita suwantai kaya di pantai. Sambil menikmati secangkir kopi
hangat dan kepulan asapkehidupanrokok. Makanan juga tersedia. Mau shalat,
mushallah juga ada, tinggal lompat ke sebelah. Kurang apa coba?
Bagaimana, menarik? Jika
belum menarik bagipanjenengan-panjenenganipun ingkang pinaringan gelar Moho,
setidaknya Warning bisa menjadi institusi belajar yang menyenangkan dan ramah
lingkungan. Berbeda dengan institusi belajar yang banyak beredar di negeri
saya, Endonesa.
Di negeri saya itu, kerap
saya melihat banyak peserta belajar yang justru merasa terbebani, jadi tidak
hepi dengan aktivitas belajarnya.
Ya, saya tidak menyangkal
bahwa tugas memang harus melekat beriringan dengan proses penyerapan keilmuan
di bangku kuliah. Tugas-tugas itu jadi media ujian dan penajaman pemahaman
keilmuan yang dipelajari.
Tapi-tapi-tapi.. Berapa
persen teori yang dapat mereka aplikasikan di lingkungan mereka? Berapa persen
tawa ceria atau tepuk tangan meriah yang mereka dapat dengan memainkan atau
mengaplikasikan teori-keilmuan mereka di lingkungan mereka?
Andaikan konsepDulce et
Utile(Indah dan berguna; menyenangkan dan mencerahkan) dapat diterjemahkan
dalam tiap tingkat pendidikan di Endonesa, mungkin teman-teman saya lebih
ceria, awet muda dan punya banyak karya guna.
Sampai-sampai beberapa
waktu yang lalusaya lega ketika Pak Anies Baswedan lewat peraturan yang
dikeluarkan oleh DIKTI menyatakan bahwa batas maksimal kuliah mahasiswa adalah
lima tahun.
Ada matahari terbit di
hatiku, Sayang/
Ada semburat bahagia yang
berkeciprat//
Aduhai, ada angin segar
berhembus. Dengan hadirnya peraturan itu di hadapan perguruan tinggi Endonesa,
saya Khusnudzon pada Pak Anis. Saya rasa pak Anis mulai paham bahwa jika ingin
banyak dan sungguh-sungguh belajar, jangan terlalu lama menghabiskan waktu di
kampus. Kampus hanya memberi pengantar—keilmuan—saja, kemudian memberikan catatan legal formal berupa Ijasah
yang sah dan kelak dibutuhkan di kemudian hari.
Jika hendak belajar
sungguh-sungguh, mengasah dan mengoah diri, maka datang dan seraplah keilmuan
dalam komunitas-komunitas, Warung kopi-warung kopi dan lembaga-lembaga belajar
non formal lainnya.
Alhamdulillah, kesadaran
itu telah diserap oleh Pak Anis Baswedan dan jajarannya. Saya lega mendengar
kabar itu.
Tapi tak lama kemudian,
saya dibuatmelongooleh Pak Anis. Beliau ini PHPbingits! Baru saja (wacana)
aturan kuliah lima tahun itu di resmikan (Eh, bener sudah diresmikan atau baru
sekedar wacana?) Eh, saya sudah denger kabarmasuk-anginkatanya aturan itu
dicabut dan batas kuliah kembali jadi tujuhturunantahun.
Lah?!
Atau barangkali ada
embusan kabarmasuk-anginyang baru? Kalau kabar bela negara adalah strategi
optimalisasi sumber daya jomblo itu tidak usah dibahas.
Huuuft..!!
Ah, kita ngopi saja. Sore
ini Mak Gaul begitu ngangeni. Ayo kita seruput rame-rame! Kita nikmati sore
yang indah!
Malang, 28 Oktober 2015
2 komentar
jos gandos, jadi kangen ke warning http://ilovekoffie.blogspot.co.id/
ReplyDeleteMonggo diseruput mas..
DeleteHehe..