Merasai lembut belaian angin
Aku tak ingin lagi berdebat akan sesuatu
Mengutuk segala kebisingan
Duhai diam
Bertahta engkau di kedalaman
Menguak firman dalam sajak tuhan
Malang, 26 Januari 2011
Aku tak ingin lagi berdebat akan sesuatu
Mengutuk segala kebisingan
Duhai diam
Bertahta engkau di kedalaman
Menguak firman dalam sajak tuhan
Malang, 26 Januari 2011
Napas makin tersengal
Nada makin terpenggal
Tubuh makin beku
Tarian makin kaku
Akal makin ambyar
Nalar makin sasar
Nada makin terpenggal
Tubuh makin beku
Tarian makin kaku
Akal makin ambyar
Nalar makin sasar
Adalah hening
daku benamkan matahari atasnya
dan memanggil purnama paripurna
sedang ulat harus mamah daunan
...
sebelum kibasan sayap yang petama
daku benamkan matahari atasnya
dan memanggil purnama paripurna
sedang ulat harus mamah daunan
...
sebelum kibasan sayap yang petama
Aku ingin benar bersandar.
Membaringkan badan.
Menghela napas sejenak.
Melepaskan jerat akal yang membelenggu.
Mengangkat kaki dari keruh silang sengkarut.
Menyerahkan diri pada bening.
Pada hening.
Membaringkan badan.
Menghela napas sejenak.
Melepaskan jerat akal yang membelenggu.
Mengangkat kaki dari keruh silang sengkarut.
Menyerahkan diri pada bening.
Pada hening.
Selamat, Ali. Tak ada kata yang bisa aku ucapkan selain itu.
Dan bila pada waktunya nanti, ketika maut menjemput pulang, kita belum tahu pasti apa yang bakal kita wariskan.
Kau masih ingat, Ali, bahwa kita tak ingin sesuatu yang terlalu? Kita tak ingin terlalu menyanyangi dan kita juga tak ingin terlalu membenci.
Wajar. Setimpal. Sewajar kasih sayang orang tua pada anak-anaknya, sewajar kasih sayang seorang kekasih pada pasangannya, sewajar seorang kesatria menghadapi lawan tandingnya.
Tak ada yang terlalu.
Bila kita hadir tanpa membawa sesuatu,
Akankah kita pulang dengan membawa sesuatu, Ali?
Jalan yang kita tinggalkan di belakang,
Jalan yang kita lalui sekarang,
Dan jalan yang akan kita lewati di depan kemudian
Adalah jalan yang sama, Ali.
Adalah jalan kita pulang.
Ali, bila nanti kita telah sama-sama pulang, adakah kita bertemu di rumah yang sama
Kemudian saling berpelukan?
Oleh : Ahmad Agung
Firmansyah
sepucuk
surat kau layangkan
Berkabar duka mengarubiru dalam toretan
Bukan ketiadaan yang aku sesalkan
Namun, cita dan asah yang tak tersampaikan,
berujung kematian
Berkabar duka mengarubiru dalam toretan
Bukan ketiadaan yang aku sesalkan
Namun, cita dan asah yang tak tersampaikan,
berujung kematian
Muara muara sungai
Nyiur lembayung pantai
Bersedekap
Bersalam duka pada lelahan jiwa
Berpangku dewi nestapa.
Nyiur lembayung pantai
Bersedekap
Bersalam duka pada lelahan jiwa
Berpangku dewi nestapa.
Lewat
putih melati
Kulantunkan tembang abadi
Berharap hujan datang
Menyegarkan gersang
Di ladang hati sahabat jauh.
Kulantunkan tembang abadi
Berharap hujan datang
Menyegarkan gersang
Di ladang hati sahabat jauh.
Pada ratusan hasta dan depa
Pada ribuan belenggu masa
Aku hanya bisa berharap
Semoga pagi ini dan esok hari
Semangatmu tiba berkayuh
Kereta kencana.
Pada ribuan belenggu masa
Aku hanya bisa berharap
Semoga pagi ini dan esok hari
Semangatmu tiba berkayuh
Kereta kencana.
Matahari kembali bersinar cerah
Menggugah siapa saja bangkit dan berkarya
Ketika segar udara dan bening tirta menyapa
Wajah kalian semburat tarian perayaan
Begitu lincah, penuh semangat dan tenaga
Kalau saja aku mampu, ku umpat bahagia
Ku ledak granat pesta
Tapi aku diam seribu pualam
Rasanya kalianlah 200 juta matahari di ujung kepala
Mencegah hidup meredup cahaya
Biar hidup terus bergairah
Harus ku bakar aku tak sudah-sudah
Meledakkan cahaya-cahaya
Menghempas segala dalam tuntas titah
~untuk kalianku
06.20 3D Malang 20/07/2016
engkau
menampak kuat dalam samar
mengakrab dalam jauh
bahasa kita adalah kediaman dalam masingmasing
akulah engkau yang sebagian
Malang, 14 Ramadlan 1432 H
Suatu saat,
seorang sahabat memintaku untuk membuatkannya sebuah puisi
Lalu ia memintaku membacakan untuknya
Tapi apa yang aku lakukan?
Aku tak menuliskan apa-apa
Aku juga tak membacakan apa-apa
“ Apa maksudmu ? ” ia bertanya
Aku merangkulnya
Memeluknya dengan erat
Aku bisikkan ditelinganya;
Kalian adalah puisi terindah yang pernah aku rasa !
Kalimetro, 27 februari 2011
seorang sahabat memintaku untuk membuatkannya sebuah puisi
Lalu ia memintaku membacakan untuknya
Tapi apa yang aku lakukan?
Aku tak menuliskan apa-apa
Aku juga tak membacakan apa-apa
“ Apa maksudmu ? ” ia bertanya
Aku merangkulnya
Memeluknya dengan erat
Aku bisikkan ditelinganya;
Kalian adalah puisi terindah yang pernah aku rasa !
Kalimetro, 27 februari 2011