The Warning University; Sebuah institusi belajar yang menyenangkan dan ramah lingkungan

WARNING adalah sebuah akronim dari Warung Kuning. Letaknya di jalan Bendungan Sutami. Bersebelahan dengan sebuahkos-kosan baruMushallah Miftahul Khoirot. Dari akronim WARNING (Warung Kuning) itu, saya mendapat inspirasi saat menikmati secangkir kopi hangat di suatu pagi beberapa tahun silam. Tepat ketika pertama kali saya mendengar Slogan sebuah PTN di Malang :"The Learning University".Karena saya lebih banyak menggunakan waktu, tenaga, pikiran dan tentunya biaya sebaik-baiknya di Warning, spontan saja terbersit dalam benak saya sebuah slogan"The Warning University"maaf, ini bukan slogan tandingan.
Ya. Bagi saya, dan mungkin beberapa karib yang lain, Warning telah menjadi sebuah komunitas, sebuah lembaga atau institusi belajar yang menyenangkan dan ramah lingkungan.
Di Warning kita bisa menemukan teman, tandem ngopi, mulai dari mahasiswa lintas jurusan sampai lintas perguruan tinggi dan strata. Ada penjual nasi, pemilik usaha konveksi, montir bengkel, pegawai pemkot, pemda, pengusaha, dosen, peneliti, dan aktivistampaknya ini yang paling banyak. Bahkan dari ukhti sampai ustadzah juga adamaaf, masih banyak profesi, karir, dan atau passion yang belum tersebutkan.
Masing-masing punya latar belakang yang berbeda. Tapi semuanya bisa bertemu bersama dengan ramah untuk menikmati secangkir kopi dalam ruang sederhana yang penuh berkah, Warning!
Iya, apa lagi namanya kalo bukan berkah, jika keingingan kita untuk menikmati secangkir kopi nyatanya masih dikabulkan oleh-Nya?
Dalam per-temu-singgung-an itu bergulir dialog-dialog yang mengalir antar penikmat kopi. Mulai dari sapaan dan basa-basi ringan, sampai diskusi panel gerojogan-keroyokan bersama. Mulai dari kabar teman, pekerjaan, anak dan istriyang jombloo boleh diam atau langsung minta saranharga cabai sampai cabe-cabean, atau isu-isu yang sedang berkembang.
Di Warning itulah, terjadi pertemuan hingga gesekan banyak hal. Pemikiran, nilai, motif, dan sekian banyak wacana keilmuansempat juga ini agak pelan-pelan saja bacanya : rapalan mantra dan do'a.
Bergantung pada orang yang ingin menikmatinya. Di sana, tinggal pesan secangkir kopi, pilih tandem cangkruk, dan mulailah belajar sesuai minatpanjenengan.
Dan di Warning, yang jelas belajar kita suwantai kaya di pantai. Sambil menikmati secangkir kopi hangat dan kepulan asapkehidupanrokok. Makanan juga tersedia. Mau shalat, mushallah juga ada, tinggal lompat ke sebelah. Kurang apa coba?
Bagaimana, menarik? Jika belum menarik bagipanjenengan-panjenenganipun ingkang pinaringan gelar Moho, setidaknya Warning bisa menjadi institusi belajar yang menyenangkan dan ramah lingkungan. Berbeda dengan institusi belajar yang banyak beredar di negeri saya, Endonesa.
Di negeri saya itu, kerap saya melihat banyak peserta belajar yang justru merasa terbebani, jadi tidak hepi dengan aktivitas belajarnya.
Ya, saya tidak menyangkal bahwa tugas memang harus melekat beriringan dengan proses penyerapan keilmuan di bangku kuliah. Tugas-tugas itu jadi media ujian dan penajaman pemahaman keilmuan yang dipelajari.
Tapi-tapi-tapi.. Berapa persen teori yang dapat mereka aplikasikan di lingkungan mereka? Berapa persen tawa ceria atau tepuk tangan meriah yang mereka dapat dengan memainkan atau mengaplikasikan teori-keilmuan mereka di lingkungan mereka?
Andaikan konsepDulce et Utile(Indah dan berguna; menyenangkan dan mencerahkan) dapat diterjemahkan dalam tiap tingkat pendidikan di Endonesa, mungkin teman-teman saya lebih ceria, awet muda dan punya banyak karya guna.
Sampai-sampai beberapa waktu yang lalusaya lega ketika Pak Anies Baswedan lewat peraturan yang dikeluarkan oleh DIKTI menyatakan bahwa batas maksimal kuliah mahasiswa adalah lima tahun.
Ada matahari terbit di hatiku, Sayang/
Ada semburat bahagia yang berkeciprat//
Aduhai, ada angin segar berhembus. Dengan hadirnya peraturan itu di hadapan perguruan tinggi Endonesa, saya Khusnudzon pada Pak Anis. Saya rasa pak Anis mulai paham bahwa jika ingin banyak dan sungguh-sungguh belajar, jangan terlalu lama menghabiskan waktu di kampus. Kampus hanya memberi pengantarkeilmuansaja, kemudian memberikan catatan legal formal berupa Ijasah yang sah dan kelak dibutuhkan di kemudian hari.
Jika hendak belajar sungguh-sungguh, mengasah dan mengoah diri, maka datang dan seraplah keilmuan dalam komunitas-komunitas, Warung kopi-warung kopi dan lembaga-lembaga belajar non formal lainnya.
Alhamdulillah, kesadaran itu telah diserap oleh Pak Anis Baswedan dan jajarannya. Saya lega mendengar kabar itu.
Tapi tak lama kemudian, saya dibuatmelongooleh Pak Anis. Beliau ini PHPbingits! Baru saja (wacana) aturan kuliah lima tahun itu di resmikan (Eh, bener sudah diresmikan atau baru sekedar wacana?) Eh, saya sudah denger kabarmasuk-anginkatanya aturan itu dicabut dan batas kuliah kembali jadi tujuhturunantahun.
Lah?!
Atau barangkali ada embusan kabarmasuk-anginyang baru? Kalau kabar bela negara adalah strategi optimalisasi sumber daya jomblo itu tidak usah dibahas.
Huuuft..!!
Ah, kita ngopi saja. Sore ini Mak Gaul begitu ngangeni. Ayo kita seruput rame-rame! Kita nikmati sore yang indah!
Malang, 28 Oktober 2015

You Might Also Like

2 komentar

  1. jos gandos, jadi kangen ke warning http://ilovekoffie.blogspot.co.id/

    ReplyDelete